Pernikahan Zaid dengan Zainab
Karena Rasullulah bangga kepada Zaid ibn Haritsah, maka beliau berfikir untuk menikahkannya dengan putri bibi beliau, Zainab bint jahsy. Zainab bint jahsy ibn riyab ibn Khuzaimah al-Asadi. Selain dikenal cantik, Zainab juga punya garis keturunan yang bagus. Zainab dikenal dermawan dan mengasihi kaum papa. (Lihat Thabaqat IBn Sa’d, jilid X, hal.98)
Rasullulah berkeinginan untuk menghapus sekat pembeda kasta maupun status sosial. Berliau ingin bahwa seluruh umat islam setara, tidak seperti tradisi lamanya, yang suka membangga-banggakan nasab dan keturunan. Rasul ingin menegaskan bahwa tidak ada yang membedakan sesama muslim kecuali tingkat ketakwaannya.(Lihat Asbabun Nuzul Fathi Fawzi Abd al-Mu’thi. hal.232)
Namun Zainab dan saudaranya, Abdullah ibn Jahsy kaget dengan tawaran Rasullulah, ingin menikahkan zaid dengan zainab. Zaid pun merasa tidak enak jikalau harus mempersunting zainab, karena zaid menganggap zainab adalah dari kalangan bangsawan yang tidak mungkin bersnding dengan budak. Zainab memandang dirinya sebagai seorang ningrat dengan garis keturunan yang bagus, dan tidak mungkin akan menikah dengan seorang budak belian bernama Zaid dan disejajarkan dengan istri Zaid yang pertama yang notabene adalah budak belian juga.
Sampai-sampai zainab berkata : “Aku anak perempuan dari kalangan Bani Abd Syam. Bagaimana mungkin aku menikah dengan seorang budak ?!” (Lihat Asbabun Nuzul Fathi Fawzi Abd al-Mu’thi. hal.232 )
Zainab berandai-anda menikah dengan laki-laki yang sederajat. Hidup bahagai seperti wanita lain. karena itu Zainab menolak tawaran Rasullulah.
Namun Allah berkehendak lain, Allah berfirman kepada Rasullulah SAW :
    Dan tidaklah patut bagi laki-laki yang mukmin dan tidak (pula) bagi perempuan yang mukmin, apabila Allah dan Rasul-Nya telah menetapkan sesuatu ketetapan, akan ada lagi mereka pilihan (yang lain) tentang urusan mereka. Dan barang siapa telah mendurhakai Allah dan Rasul-Nya, maka sesungguhnya ia telah benar-benar sesat (al-Ahzab:36)
Rumah Tangga Zaid dan Zainab
Setelah keteapan dari Allah, akhirnya mereka berdua menikah, mahligai rumah tangga pun mulai berjalan dengan baik, namun tetap saja zainab tidak bisa menerima keadaan ini, zainab tetap membanggakan garis keturunan ningratnya hingga melukai hati zaid.
Berita ini pun sudah sampai kepada Rasullulah, Rasullulah merasa bertanggung jawab atas pernikahan zaid dan zainab, Rasul memberikan nasehat kepada zaid agar terus bersabar, dan memberikan nasihat kepada zainab untuk tidak melawan suami, apalagi menyakiti hatinya.
Rasullulah menaruh harapan besar bahwa mudah-mudahan Allah SWT. Memberi mereka beruda keadaan yang terbaik yang diinginkan. (Lihat Asbabun Nuzul Fathi Fawzi Abd al-Mu’thi. hal.234)
Pernikahan Rasullulah SAW dengan Zainab
Perselisihan antara Zaid dan Zainab mencapai puncaknya, Zaid berkeinginan untuk menceraikan istrinya, namun Rasullulah menahannya hingga beliau bersabda :
“Wahai Zaid, Tahanlah terus itrimu dan bertakwalah kepada Allah”
Namun rumah tangga mereka seakan mustahil untuk dipertahankan, mereka sepertinya harus berpisah, Zaid pun pada akhirnya menceraikan Zainab.
Setelah diceraikan zainab bisa kembali berharap, harapan yang tadinya kandas sekarang seakan tumhu kembali. Karena tidak mampu diutarakan, maka zainab akhrinya menahan diri.
Melihat kondisi zainab anak papamnya itu, Rasullulah merasa bertanggung jawab, karena beliau bersikeras ingin menikahkannya dengan Zaid. Maka, kemudian bahtera rumah tangga itu berakhir. Karen itu Rasul berfikir untuk menikahi zainab. Namun, beliau khawatir akan memicu fitnah, apa kata orang jika beliau diketahui menikah dengan mantan istri anak angkatnya ?!(Lihat Asbabun Nuzul Fathi Fawzi Abd al-Mu’thi. hal.235)
Maka keinginan itu beliau simpan rapi dalam lubuk hati, sampai kemudian Allah SWT, menurukan ayat :
    Sedang kamu menyembunyikan di dalam hatimu apa yang Allah akan menyatakannya, dan kamu takut kepada manusia, sedang Allah-lah yang lebih berhak untuk kamu takuti. Maka, tatkal Zaid telah mengakhiri keperluan terhadap istrinya (menceraikannya), kami kawinkan kamu dengan dia supaya tidak ada keberatan bagi orang mukmin untuk (mengawini) istri-istri anak-anak angkat mereka, apabila anak-anak angkat itu telah menyelesaikan keperluannya daripada istrinya. Dan adalah ketetapan Allah itu pasti terjadi (al-Ahzab:37)
Sumber : Hendra Wijaya http://www.islambisa.web.id